Alhamdullillahilladzi hamdan katsiron thoyyiban mubarokan fiih kamaa yuhibbu robbuna wa yardho. Allahumma sholli ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shohbihi wa sallam.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Al Hamawiyah mengatakan, Tidak diragukan lagi bahwa nash-nash (dalil tegas) telah menerangkan mengenai ketinggian Dzat Allah di atas seluruh makhluk-Nya dan Allah juga bersama mereka. Semua dalil yang menunjukkan hal ini adalah dalil yang qoth’i (pasti) dari sisi pendalilan (dalalah) maupun shohihnya (tsubut).
Allah Ta’ala telah menggabungkan antara keberadaan Allah di atas ‘Arsy-Nya dan kebersamaan-Nya dengan makhluk-Nya pada firman-Nya berikut.
هُوَ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ يَعْلَمُ مَا يَلِجُ فِي الْأَرْضِ وَمَا يَخْرُجُ مِنْهَا وَمَا يَنْزِلُ مِنَ السَّمَاءِ وَمَا يَعْرُجُ فِيهَا وَهُوَ مَعَكُمْ أَيْنَ مَا كُنْتُمْ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
“Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa: Kemudian Dia menempat tinggi di atas Arsy-Nya. Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar daripadanya dan apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepada-Nya. Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al Hadid [57] : 4).
Dalam ayat yang mulia ini, Allah Ta’ala telah menetapkan bahwa Dia beristiwa’ (menetap tinggi) di atas ‘Arsy dan ‘Arsy adalah makhluk-Nya yang paling tinggi. Selain itu, Allah juga menetapkan bahwa Dia senantiasa bersama kita. Dalam kedua dalil ini sama sekali tidak ada pertentangan. Kompromi antara keduanya sangat mungkin sekali. Penjelasan mungkinnya ada kompromi adalah sebagai berikut.
Pertama; kompromi antara dua dalil yang ada sangatlah mungkin karena nash-nash yang ada menunjukkan tidak mustahilnya hal ini. Siapa yang menyangka tidak mungkinnya hal ini, dia berarti telah keliru. Hendaklah dia memandang kembali dalil-dalil yang ada berulang kali sambil meminta pertolongan pada Allah, mintalah hidayah dan taufik pada-Nya, juga curahkanlah segala usaha untuk mengetahui kebenaran. Jika telah jelas kebenaran di hadapanmu, pujilah Allah karena hal ini. Jika memang engkau belum menemukannya, serahkanlah pada ahlinya yaitu orang yang berilmu dan katakanlah : Aku telah mengimani hal ini. Semuanya adalah dari Rabb kami.
سُبْحَانَكَ لَا عِلْمَ لَنَا إِلَّا مَا عَلَّمْتَنَا إِنَّكَ أَنْتَ الْعَلِيمُ الْحَكِيمُ
“Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”(QS. Al Baqarah [2]: 32)
Kedua; sifat ketinggian Allah di atas seluruh makhluk-Nya dan sifat kebersamaan Allah dengan makhluk-Nya tidak saling bertentangan. Ma’iyyah (kebersamaan) tidaklah melazimkan sesuatu itu akan bercampur atau bersatu dalam satu tempat sebagaimana yang dijelaskan dahulu. Sesuatu mungkin saja berada tinggi, namun juga tetap dikatakan bersama. Sebagaimana kita juga mungkin mengatakan: “Kami terus berjalan dan bulan masih tetap bersama kami.” Padahal bulan berada di atas sana, namun masih dikatakan bersama. Contoh sifat ketinggian dan sifat kebersamaan semacam ini tidaklah bertentangan baik secara lafazh maupun makna. Orang yang diajak bicara pasti mengetahui maksud dari kebersamaan di sini. Tidak mungkin ada yang mengatakan bahwa bulan berada di bumi. Jika memang digabungkan atau dikompromikannya sifat ketinggian dan sifat kebersamaan pada makhluk, maka hal ini lebih mungkin lagi bagi Allah karena Dia-lah Dzat yang Maha Besar, Maha Agung dan tidak serupa dengan makhluk-Nya.
Ketiga; jika seandainya makna sifat ketinggian dan kebersamaan saling bertentangan pada makhluk, maka ini belum tentu saling bertentangan di sisi Allah. Karena ingatlah bahwa “tidak ada satupun yang serupa dengan Allah dalam setiap sifat-Nya.” Jika kita telah mengetahui perbedaan makhluk dan Allah selaku pencipta, maka tidak mungkin kita menyamakan Allah dan makhluk-Nya. Kebersamaan Allah tidaklah mungkin berarti Dia bercampur dengan makhluk atau berada pada satu tempat dengan mereka. Alasannya, karena Dzat Allah berada di ketinggian, tidak satupun makhluk yang meliputi diri-Nya, bahkan Allah-lah yang meliputi makhluk-Nya.
Kesimpulan: Cara mengkompromi berbagai dalil yang menyatakan keberadaan Allah di atas ‘Arsy-Nya dan kebersamaan atau kedekatan Allah adalah sebagaimana dikatakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Al Aqidah Al Wasithiyah, “Kedekatan dan kebersamaan Allah yang disebutkan dalam Al Kitab dan As Sunnah tidaklah bertentangan denga ketinggian Allah Ta’ala. Tidak ada sesuatu pun yang semisal dengan-Nya dalam setiap sifat-sifat-Nya. Allah Maha Tinggi, namun dekat. Dia Maha Dekat, namun tetap berada di ketinggian.”
Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat. Wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shohbihi wa sallam.
Baca Juga:
- Tidak Meyakini Allah di Atas Langit Berarti Telah Menyalahi Fitroh dan Akal Sehat
- Allah Di Atas ‘Arsy-Nya, Namun Allah juga Bersama dan Dekat dengan Hamba-Nya
****
18 Rabi’ul Akhir 1430 H Yang selalu mengharapkan ampunan dan rahmat Allah Muhammad Abduh Tuasikal